13 Mei 2009

“CUCI TANGAN PAKAI SABUN”, PENTING KAH ?

Apa yang dapat anda bayangkan dengan judul diatas ? hal sepelekah, hal yang mudah, hal kecil, atau justru ga penting kah? Dibalik semua fikiran yang ada dalam benak anda mari kita telaah lebih jauh apa arti cuci tangan ini. Cuci tangan bagi sebagian orang mungkin sudah menjadi kebiasaan atau ada juga yang sebaliknya, kadang tangan kita yang belepotan atau pun “terkontaminasi” saat menjamah makanan kita selalu berdo’a “mudah-mudahan menjadi vitamin”. Menurut beberapa referensi yang penulis dapatkan dengan cuci tangan sebelum makan saja, akan berdampak kepada terhindar dari berbagai penyakit, tidak hanya penyakit pencernaan tapi bagi insan kesehatan “cuci tangan” merupakan hal kecil yang akan berdampak besar terhadap nyawa manusia, seperti petugas kesehatan di Rumah Sakit, Puskesmas, Laboratorium yang berhubungan langsung dengan pasien-pasien berpenyakit menular ataupun petugas kesehatan lapangan yang menginvestigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan mengejar unggas yang mati mendadak karena Flu Burung pasti di kantong kerjanya terselip sabun cair ataupun antiseptic gel walau urusan nyawa memang sudah menjadi kekuasaan-Nya tapi mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Islam mengajarkan bahwa dalam berwudhu diawali dengan mencuci tangan sebelum mencuci anggota tubuh yang lainnya. Ini merupakan cerminan bahwa untuk mengawali sebuah ibadah saja diawali dengan mencuci tangan. Cuci tangan dijadikan awal karena saat kita berwudhu tangan akan menjadi perantara saat kita membasuh anggota tubuh yang lain. Bagimana jika berwudhu tidak diawali dengan mencuci tangan sementara dilain pihak kita berkumur, mencuci hidung dan membasuh muka itu menggunakan tangan? Tentu bakteri dan kuman penyakit akan masuk ke dalam tubuh. Namun islam adalah agama yang universal, ia mengajarkan kepada umatnya bahwa sebelum memulai sebuah ibadah diawali dengan mencuci tangan. Dari sudut pandang kesehatan ini merupakan sebuah upaya preventif dalam mencegah masuknya bibit penyakit.

Sejumlah bukti ilmiah membenarkan hanya cuci tangan pakai sabun (CTPS) yang dapat mampu mencegah penularan penyakit. Terdapat banyak penyakit yang bisa berada dalam tubuh kita bila kerap lalai mencuci tangan. Mulai dari bisul, jerawat, tifus, leptospirosis, jamur, polio, disentri, diare, kolera, cacingan, hepatitis A, SARS hingga Flu Burung. Penyakit-penyakit ini dengan mudah memasuki tubuh lewat tangan yang tercemar kuman, virus, parasit. Entah saat memegang pintu, bersalaman, memegang uang, kursi atau barang apa saja yang terpegang di tempat umum, tangan berisiko tercemar aneka bibit penyakit. Segala jenis bibit penyakit di tangan berpotensi memasuki mulut, hidung, dan mata jika tidak dibasuh sabun. Menurut kajian yang disusun oleh Curtis and Cairncross (2003) didapatkan hasil bahwa perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) khususnya setelah kontak dengan feses ketika ke jamban dan membantu anak ke jamban, dapat menurunkan insiden diare hingga 42-47%. Perilaku CTPS juga dikatakan dapat menurunkan transmisi ISPA hingga lebih dari 30% ini diperoleh dari kajian yang dilakukan oleh Rabie and Curtis (2005). Di lain pihak, Unicef menyatakan bahwa CTPS dapat menurunkan 50% insidens Flu Burung. Praktek CTPS juga dapat mencegah infeksi kulit, mata dan memudahkan kehidupan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Beberapa kajian ini menunjukan bahwa intervensi CTPS dianggap sebagai pilihan perilaku yang efektif untuk pencegahan berbagai penyakit menular.

Lebih sulit mengubah kebiasaan orang daripada memulai menumbuhkan kebiasaan. Yang tak dibiasakan cuci tangan sulit mengubahnya setelah dewasa. Seperti yang kini terjadi, sebagian masyarakat tidak menginsafi perlunya cuci tangan. Yang sudah tahu bahaya tidak cuci tangan tidak melakukannya secara benar. Malah ada pula yang meminum air dari celupan tangan seorang anak yang memegang batu bertuah konon katanya untuk menyembuhkan penyakit. Perilaku kebiasaan cuci tangan dengan sabun seyogianya dibangun sejak kecil. Oleh karena itu cuci tangan harus menjadi bagian pendidikan kesehatan di sekolah, selain di rumah. Tak sembarang memasukkan jemari ke mulut, hidung, mata, dan telinga, misalnya. Di rumah, ibu membantu anak terbiasa cuci tangan. Anak sekolah sebagai "Agen Perubahan" dengan simbolisme bersatunya seluruh komponen keluarga, rumah dan masyarakat dalam menyatukan komitmen untuk perubahan yang lebih baik dalam berperilaku sehat melalui CTPS. Penggunaan sabun pada saat mencuci tangan menjadi penting karena sabun sangat membantu menghilangkan kuman yang tidak tampak,minyak,lemak atau kotoran di permukaan kulit serta meninggalkan bau wangi. Sehingga kita dapat memperoleh kebersihan yang berpadu dengan bau wangi dan perasaan segar setelah mencuci tangan pakai sabun, ini tidak akan kita dapatkan jika kita hanya menggunakan air saja. Kegiatan CTPS disekolah dapat berlangsung melalui peran ”dokter kecil” di sekolah dasar, ataupun peran siswa yang aktif bergabung di kegiatan ekstrakulikuler kesehatan di tingkat SMP dan SMA.

Cuci tangan yang benar perlu sabun, selain air mengalir. Perlu pula sistematika mencuci tangan agar tak ada bagian tangan yang terluput bebas kuman. Air mengalir tidak harus dari keran, tidak harus dibuat wastafel yang memerlukan biaya besar, bisa juga mengalir dari sebuah wadah berupa gayung, botol, kaleng, ember tinggi, gentong atau jerigen yang di modifikasi pada bagian bawahnya diberi lubang agar air dapat mengalir. Untuk penggunaan jenis sabun dapat menggunakan semua jenis sabun karena semua sebenarnya cukup efektif dalam membunuh kuman penyebab penyakit. Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) yang ditetapkan pada tanggal 15 Oktober dan untuk pertama kalinya dilaksanakan pada tahun 2008 lalu. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya untuk melibatkan masyarakat di seluruh dunia termasuk masyarakat Indonesia agar dapat memahami arti penting perilaku CTPS dan secara aktif mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ini masyarakat juga diberi kesempatan untuk merasakan sensasi rasa antara sebelum cuci tangan pakai sabun dan setelah pakai sabun, dan yang terpenting adalah kita dapat memahami secara jernih bahwa dengan perilaku sederhana seperti CTPS, berbagai penyakit yang yang justru akan menambah biaya pengeluaran anda lebih besar untuk sembuh dapat dicegah. Melalui CTPS ini juga dapat mengajak masyarakat untuk memahami bahwa walaupun dengan kondisi kehidupan yang sulit sekalipun, perilaku CTPS tetap dapat dilaksanakan dengan mudah dan terjangkau dan ini menjadi perilaku pilihan masyarakat sendiri (action of choice) untuk peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup. Jadi perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang "cost-effective" dan cuci tangan itu investasi.Oleh karena itu saatnya anda menjawab pertanyaan judul artikel ini dan praktekan kebiasaan CTPS ini sehari-hari. Atau anda akan memilih mencuci batu dengan celupan tangan dan meminum airnya untuk menyembuhkannya penyakit, ah aya-aya wae.

Depkes Kembangkan Fasilitas Riset Dan Alih Teknologi Produksi Vaksin Flu Burung

Departemen Kesehatan saat ini sedang merancang pembangunan fasilitas riset, dan alih teknologi produksi vaksin flu burung untuk manusia. Proyek ini merupakan langkah nyata untuk mengantisipasi ancaman penyakit menular pada umumnya dan pandemi influenza khususnya melalui ketersediaan vaksin flu burung. Fasilitas ini juga dapat diversivikasi untuk produksi vaksin dalam mengatasi influenza A H1N1 atau lebih populer dengan swine flu/flu babi.

Proyek ini difokuskan pada dua tempat yaitu di Universitas Airlangga Surabaya untuk penyiapan seed vacsin (biang vaksin) dengan Bio Safety Level-3 (BSL 3) dan PT. Biofarma Bandung untuk Chicken Breeding, fasilitas produksi vaksin skala industri.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP(K) ketika membuka Pertemuan Nasional Evaluasi dan Perencanaan Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) yang diikuti sekitar 200 peserta dari Depkes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi terpilih, dan kepala UPT (48 Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan, 10 Kepala BBTKL-PPM, dan Direktur Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso), Minggu malam, 10/05/2009, di Bandung.

Menurut Menkes, untuk mengatasi flu burung dan mengantisipasi agar flu baru tidak masuk ke Indonesia, Depkes telah menetapkan beberapa kebijakan dan langkah-langkah strategis guna mengeliminir atau mengatasi masalah dan tantangan Multiple Burden Diseases.

Kebijakan lainnya yaitu:

  1. Memantapkan pengetahuan dan pemahaman seluruh stake holders pelaku pembangunan terhadap nilai-nilai pembangunan kesehatan, yaitu berpihak pada rakyat, bertindak cepat dan tepat, kerjasama tim, integritas yang tinggi, serta transparan dan akuntabel dalam melakukan kegiatan termasuk pelaksanaan proyek.
  2. Menetapkan 4 Strategi Utama sebagai Pilar Pembangunan Kesehatan termasuk pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, yaitu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, serta meningkatkan pembiayaan kesehatan.
  3. Capacity dan Competency Building yang ditandai dengan restrukturisasi organisasi antara lain Direktorat Penyakit Tidak Menular, peningkatan kelas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PP&PL antara lain 7 Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menjadi kelas I dan 4 Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Pemberantasan Penyakit (BTKL-PPM) menjadi Balai Besar.

Disamping tantangan tersebut Menkes menambahkan, berbagai keberhasilan telah diraih dalam pembangunan kesehatan yang ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi (AKB) dari 35 menjadi 26,9 per 1.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu (AKI) dari 307 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup, gizi kurang balita dari 25,8% menjadi 18,4% dan meningkatnya umur harapan hidup (UHH) dari 66,2 menjadi 70,6.

Keberhasilan tersebut adalah keberhasilan pemerintah dengan semua komponen, baik di pusat maupun daerah terutama pemberi layanan kesehatan (health provider) sebagai ujung tombak yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat, tegas Menkes.

Diakhir sambutannya, Menkes berharap agar semua stake holders yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melaksanakan kegiatan ini dengan memperhatikan proses dan hasil kinerja tahun-tahun sebelumnya sebagai evidence based dan lessons learnt untuk perencanaan dan pelaksanaan selanjutnya. Selain itu, identifikasi sumber daya pusat dan daerah dan sinergikan melalui perencanaan dan pelaksanaan kegiatan terpadu dan komprehensif. Upayakan dan kembangkan kegiatan yang sifatnya kemitraan dengan memberdayakan semua stake holders termasuk masyarakat dan swasta.

Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP&PL Depkes dalam laporannya menyatakan bahwa pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sudah dilakukan masih mempunyai agenda penting baik mempertahankan kegiatan dan cakupan yang sudah berhasil maupun mengeliminir masalah atau kekurangan-kekurangan seperti double burden yaitu masalah penyakit infeksi belum dapat dituntaskan termasuk munculnya re dan new-emerging diseases seperti Influenza A H1N1 (strain Meksiko). Selain itu, penyakit non infeksi seperti coronary, degenerative, dan cancer dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi sehingga memerlukan perhatian dan penanggulangan segera.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id