14 Februari 2015

Langkah-Langkah Penyelidikan Epidemiologi DBD (PE DBD) dan Kriteria Fokus

Dalam upaya kewaspadaan dini dan respon kejadian penyakit DBD tentunya perlu dilakukan Penyelidikan Epidemiologi DBD yang bertujuan untuk mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan penyelidikan epidemiologi DBD di Puskesmas, sebagai berikut:
  1. Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas Puskesmas/Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku Catatan Harian.
  2. Menyiapkan peralatan survei seperti tensimeter, senter, formulir PE, dan surat tugas.
  3. Memberitahukan kepada Lurah/Kades dan Ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada tersangka/penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.
  4. Pelaksanaan PE sebagai berikut :
a)     Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya penderita infeksi dengue lainnya (sudah ada konfirmasi dari RS atau unit yankes lainnya), dan penderita demam saat itu dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.
b)     Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan pemeriksaan kulit (petekie), dan uji torniquet untuk mencari kemungkinan adanya suspek infeksi dengue.
c)      Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk aedes baik di dalam maupun di luar rumah/bangunan.
d)     Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal penderita.
e)     Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain dilakukan di rumah penderita tersebut, PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita.
f)      Hasil pemeriksaan adanya penderita infeksi dengue lainnya dan hasil pemeriksaan terhadap penderita suspek infeksi dengue dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE (Lampiran 1).
g)     Hasil PE segera dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang (Lampiran 2), untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan dengan Kades/Lurah setempat (Lampiran 3).
h)     Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi dengue lainnya dan/atau >3 penderita suspek infeksi dengue, dan ditemukan jentik (>5%), dilakukan penanggulangan fokus (fogging fokus, penyuluhan PSN 3M Plus dan larvasida selektif, sedangkan bila negatif dilakukan PSN 3M Plus, larvasida selektif dan penyuluhan.


Sedangkan penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang dilaksanakan mencakup radius minimal 200 meter dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk penular DBD (PSN 3M plus), larvasida selektif, penyuluhan dan/atau pengabutan panas (pengasapan/fogging) dan/atau pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida yang masih berlaku dan efektif sesuai rekomendasi WHOPES dan/atau Komisi Pestisida. Penanggulangan fokus bertujuan untuk membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum yang berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.

Kriteria Fogging Fokus harus memenuhi 2 kriteria berikut :
1.       Bila ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi dengue lainnya dan/atau ada >3 suspek/tersangka infeksi dengue, dan
2.       Ditemukan jentik (>5%) dari rumah/bangunan yang diperiksa.

(Lampiran 4 : Bagan Penanggulangan Seperlunya Kewaspadaan Dini Peningkatan Kasus DBD).

Demikian semoga menjadi acuan pelaksanaan PE DBD di Puskesmas.

Lampiran 1 : Formulir PE tersangka DBD

Lampiran 2 : Surat Hasil PE DBD

Lampiran 3 : Surat Penanggulangan DBD

Lampiran 4 : Bagan Penanggulangan Seperlunya Kewaspadaan Dini Peningkatan Kasus DBD

Sumber : Buku Pedoman Penanggulangan DBD di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI, 2013.

Katalog Buku Pedoman yang digunakan di Seksi P2P


Pada awalnya saya merasa sedih bercampur heran dengan ketidak-keberadaan beberapa buku pedoman-pedoman baik di tingkat puskesmas maupun dinkes padahal bekerja sudah bertahun-tahun tapi buku pedoman tidak punya, mungkin karena belum terinventarisasi dengan baik (tugas fungsional pustakawan kah ya?) sehingga bila terjadi pergantian petugas/pengelola program penyakit tertentu buku-buku tersebut juga akan ikut lenyap. Disamping dibutuhkan oleh pengelola program sebagai pedoman teknis baik di puskesmas maupun dinkes, buku pedoman tersebut juga dibutuhkan dalam penilaian akreditasi puskesmas.

Diantara buku yang belum ada "penampakannya" adalah Buku Pedoman mengenai (P2B2) Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang yang seringkali langka ditemukan di Puskesmas maupun di Dinas. Hal ini dimungkinkan disebabkan oleh keterbatasan pengadaan buku di tingkat kabupaten maupun provinsi juga ketertinggalan informasi karena kurangnya akses langsung ke pusat. Belum adanya kasus penyakit bersumber binatang-zoonosis seperti: leptospirosis, antraks, pes sehingga keberadaan buku pedoman juga terabaikan.

Oleh karena itu saya mencoba membuat katalog buku pedoman yang digunakan di Seksi P2P Bidang P2P (Pencegahan & Pengendalian Penyakit) dengan pengelompokkan sebagai berikut :

1. Pengendalian Penyakit (P2):
    a. Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2)
        1) Pengendalian Vektor
        2) Arbovirosis
        3) Malaria
        4) Kecacingan
        5) Filariasis
        6) Leptospirosis
        7) Zoonosis

    b. Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML)
        1) ISPA/Pneumonia
        2) Diare
        3) Tuberkulosis
        4) Kusta
        5) Frambusia
        6) HIV & AIDS

   c. Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2TM)

2. Surveilans Epidemiologi
3. Imunisasi
4. Kesehatan Matra

Buku-buku pedoman tersebut dalam bentuk hardcopy dan atau softcopy yang diterbitkan atau diunggah oleh lembaga dan situs resmi kementerian kesehatan.

Buku tersebut dapat dicopy di Seksi P2P dan yang tersedia softcopy dapat diunduh di blog ini.

Semoga bermanfaat.
Unduh Katalog Buku Pedoman P2P

Stratifikasi Endemisitas DBD Berdasarkan Wilayah Kerja Puskesmas di Kabupaten Sumedang 2015



Penentuan Stratifikasi sebagai berikut:
  1. Endemis adalah wilayah kerja puskesmas yang dalam 3 tahun terakhir ditemukan kasus pada setiap tahunnya.
  2. Sporadis adalah wilayah kerja puskesmas  yang dalam 3 tahun terakhir ditemukan kasus tetapi tidak setiap tahun.
  3. Potensial adalah wilayah kerja puskesmas  yang dalam 3 tahun terakhir tidak pernah ada kasus, tetapi persentase rumah yang ditemukan jentik > 5%.
  4. Bebas adalah wilayah kerja puskesmas  yang dalam 3 tahun terakhir tidak pernah ditemukan kasus dan persentase rumah yang ditemukan jentik < 5%.

Definisi Kasus DBD adalah kasus DBD yang tercatat dalam Rekapan Laporan Tahunan DBD 2012-2014.

Definisi Operasional Suspek Infeksi Dengue, DD, DBD, DSS dan EDS

Definisi operasional kasus mengenai Suspek Infeksi Dengue, Demam Dengue/DD, DBD, DSS & EDS sebagai berikut :

1. Suspek Infeksi Dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria yaitu:
    a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari, dan
    b. Adanya manifestasi perdarahan : sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif.
2. Demam Dengue ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit kepala, nyeri di belakang bola mata, pegal, nyeri sendi (athralgia), ruam (rash). Adanya manifestasi perdarahan, leucopenia (lekosit < 5000/mm3) jumlah trombosit < 150.000/mm3 dan peningkatan hematokrit 5-10%.
3. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, jumlah trombosit < 100.000/mm3, adanya tanda-tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit > 20% dari nilai normal, dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan atau hypoproteinemia/hipoalbuminemia).
4. Sindrom Renjatan Dengue (SRD/DSS) adalah kasus DBD yang masuk dalam derajat III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai terjadi syok/renjatan berat (tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah).
5. Expanded Dengue Syndrom (EDS) adalah demam dengue yang disertai manifestasi klinis yang tidak biasa (unusual manifestation) yang ditandai dengan kegagalan organ berat seperti hati, ginjal, otak dan jantung.

Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah :
  1. DD sebagian besar adalah infeksi primer sedangkan DBD adalah infeksi sekunder oleh virus dengue dari serotipe yang berbeda.
  2. DD tidak terjadi kebocoran plasma dan tidak pernah disertai syok.
  3. Prognosis DD lebih baik dari DBD. (Untuk kepentingan epidemiologi : perhitungan Case Fatality Rate (CFR) diperlukan jumlah kasus DBD (tidak termasuk DD).
Gejala/tanda utama DBD sebagai berikut :
  1. Demam,
  2. Tanda-Tanda perdarahan,
  3. Hepatomegali
  4. Syok
Untuk Penegakkan Diagnosis dan Tatalaksana DD dan DBD secara lengkap dapat dilihat pada Buku Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI, 2013.(hardcopy).