29 Agustus 2014

SUMEDANG MENDAPAT SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA

Sertifikat Eliminasi Malaria untuk Kabupaten Sumedang, 25 April 2014 
Bertepatan dengan peringatan ulang tahun Jawa Barat ke-69 tanggal 19 Agustus 2014 bertempat di Lapangan Gasibu Bandung dilakukan penyerahan sertifikat eliminasi malaria kepada Bupati/Walikota di 20 Kab/Kota yang telah memenuhi syarat eliminasi malaria. Sertifikat tersebut juga telah secara simbolis diserahkan kepada Kab/Kota pada peringatan Hari Malaria Sedunia Tahun 2014 tanggal 25 April 2014.
Salah satu dari 20 Kab/Kota tersebut adalah Kabupaten Sumedang yang dianggap telah memenuhi syarat eliminasi malaria  untuk Kab/Kota dengan "tidak ada riwayat endemis malaria” dalam 5 tahun terakhir, sebagai berikut :

1. Tidak adanya kasus indigenous yaitu kasus yang berasal dari penularan di wilayah setempat, selama lebih dari 5 tahun terakhir berturut-turut.
2. Tersedianya Rumah sakit rujukan :
  • RS tersebut ditunjuk oleh Dinas Kesehatan  Provinsi/Kabupaten/Kota yang  mampu mendiagnose dan melakukan penatalaksanaan kasus malaria, 
  • Tersedia alat diagnostik dan obat anti malaria
  • Melakukan pencatatan dan pelaporan kasus malaria.
3. Adanya sistem pencatatan dan pelaporan kasus malaria yang baik di Dinas Kesehatan dan jaringannya.

Eliminasi malaria mengacu pada KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI INDONESIA. 
Menurut KMK tersebut :

Definisi Eliminasi Malaria
Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah tidak
ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali.

Tahap Eliminasi Malaria
Dalam program malaria Global (Global Malaria Programme) terdapat 4 tahapan menuju eliminasi malaria yaitu: Pemberantasan, Pra Eliminasi, Eliminasi dan Pemeliharaan (pencegahan penularan kembali)

Skema Tahapan Eliminasi Malaria


Kegiatan Eliminasi Malaria 
Kegiatan pada Tahap Eliminasi (daerah Non Endemis & Endemis)
Tujuan utama pada tahap Eliminasi adalah menghilangkan fokus aktif dan menghentikan penularan setempat di satu wilayah, minimal kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut kasus penularan setempat (indigenous) nol (tidak ditemukan lagi). Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Eliminasi adalah sisa fokus aktif dan individu kasus positif dengan penularan setempat (kasus indigenous).
Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah :
a.     Penemuan dan tata laksana penderita
-    Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis baik secara pasif (PCD) di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, maupun penemuan penderita secara aktif (ACD).
-    Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).
-   Melakukan follow up pengobatan penderita malaria falciparum pada hari ke-7 dan ke-28 setelah pengobatan, sedang penderita malaria vivax pada hari ke-7, 28 dan 3 bulan setelah pengobatan.
- Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji kemampuan mikroskopis dalam memeriksa sediaan darah.
-    Memantau efikasi obat malaria.
-  Melibatkan sepenuhnya peran praktek swasta dan klinik serta rumah sakit swasta dalam penemuan dan pengobatan penderita.
b.    Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
- Melakukan pengendalian vektor yang sesuai, antara lain dengan pembagian kelambu berinsektisida (cakupan > 80% penduduk) atau penyemprotan rumah (cakupan > 90% rumah) untuk menurunkan tingkat penularan di lokasi fokus baru dan sisa fokus lama yang masih aktif.
- Bila perlu melakukan larvasidasi atau manajemen lingkungan dilokasi fokus yang reseptivitasnya tinggi (kepadatan vektor tinggi dan adanya faktor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan).
-    Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan resistensi vektor.
-   Memberikan perlindungan individu dengan kelambu berinsektisida kepada penduduk di wilayah eliminasi yang akan berkunjung ke daerah lain yang endemis malaria baik di dalam maupun di luar negeri.
c.      Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
- Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
-   Segera melakukan penanggulangan bila terjadi KLB malaria.
-   Melaksanakan surveilans penderita dengan ketat, terutama bila sudah mulai jarang ditemukan penderita dengan penularan setempat.
-    Melaksanakan surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus impor.
-   Melakukan penyelidikan epidemologi terhadap semua kasus positif malaria untuk menentukan asal penularan penderita.
-  Melaporkan dengan segera setiap kasus positif malaria yang ditemukan di unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta kepada Dinas Kesehatan secara berjenjang sampai tingkat pusat.
-    Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap fokus malaria untuk menentukan asal, luas dan klasifikasi fokus tersebut.
-   Memperkuat sistem informasi malaria sehingga semua kasus dan hasil kegiatan intervensi dapat dicatat dengan baik dan dilaporkan.
-   Mencatat semua kasus positif dalam buku register secara nasional.
-   Melaksanakan pemeriksaan genotipe isolate parasit secara rutin.
-  Membuat peta GIS berdasarkan data fokus, kasus positif, genotipe isolate parasit, vektor, dan kegiatan intervensi yang dilakukan.
-    Memfungsikan Tim Monitoring Eliminasi Malaria di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
d.     Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
-    Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.
- Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.
-  Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.
-  Memfungsikan Perda atau peraturan perundangan lainnya, antara lain untuk membebaskan biaya diagnosis laboratorium dan pengobatan malaria di unit pelayanan kesehatan pemerintah, serta melarang penjualan obat malaria di warung atau kaki lima.
-   Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan politik dan jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan dalam upaya eliminasi malaria, khususnya menghilangkan fokus aktif dan menghentikan penularan setempat.
-  Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat maupun lembaga donor.
-   Melakukan pertemuan lintas batas antar provinsi dan kabupaten/kota untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan Eliminasi Malaria secara terpadu.
e.      Peningkatan sumber daya manusia
- Melaksanakan re-orientasi program menuju Tahap Pemeliharaan (pencegahan penularan kembali) disampaikan kepada petugas kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat eliminasi. Re-orientasi ini mulai dilaksanakan bila:
a) Surveilans penderita yang ketat sudah mampu memutuskan penularan malaria setempat secara total atau hampir total (penderita indigenous sudah sangat jarang ditemukan).
b)   Penderita dengan penularan setempat hampir tidak ditemukan atau sangat jarang.
c)   Hampir semua penderita positif yang ditemukan adalah penderita impor, relaps, induced dan introduced.
-   Melaksanakan pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta terutama di daerah reseptive untuk menjaga kualitas pemeriksaan sediaan darah.
-    Melaksanakan pelatihan tenaga Juru Malaria Desa (JMD) untuk kegiatan ACD di wilayah yang masih memerlukan. Tahap Eliminasi sudah tercapai apabila :
-  Penderita dengan penularan setempat sudah dapat diturunkan sampai nol dalam periode satu tahun terakhir.
     -  Kegiatan surveilans di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, mampu mendeteksi dan menghentikan bila terjadi penularan malaria.

Semoga sertifikat eliminasi malaria yang telah diterima di Sumedang bukan hanya kebanggaan saat menerimanya saja tetapi lebih pada bagaimana kegiatan-kegiatan eliminasi malaria tersebut harus berjalan secara berkesinambungan dengan dukungan oleh stakeholder, mitra, serta masyarakat. Amin.

24 Agustus 2014

6 Faktor Terjadinya Resistensi Malaria

www.litbang.depkes.go.id published by admin on Fri, 08/22/2014 - 10:17


Sehubungan publikasi ilmiah "Spread of Artemisinin Resistance in Plasmodium falciparum Malaria" yang di muat New England Journal of Medicine akhir bulan yang lalu, saya sampaikan sebagai berikut :

1. Di Indonesia belum ditemukan masalah resistensi terhadap obat anti malaria artemucin.
Data yang tersedia merupakan data in-vivo dengan indikator efikasi yaitu adequate clinical and parasitological response (ACPR) pada hari-42.
Data dari hasil penelitian in vivo Balitbangkes Kemenkes RI (Sulut,Kalimantan dan Papua), belum ditemukan penurunan efikasi dihydroartemisinin-piperaquine, dan hanya ditemukan beberapa kasus dengan prolonged parasite clearance yaitu masih terdeteksi pada hari ke 3 (setelah dosis pengobatan lengkap diberikan) tetapi semua kasus prolongedparasite clearance tersebut dengan asexsual parasitemia sangat rendah dan sembuh atau acpr pada hari-42. Indikator yang digunakan untuk artemisinin resisten di artikel New England Journal adalah parasite clearance half-life (loge2 divided by the parasite clearance rate) dengan menggunakan cut off >5 hours dengan atau tanpaKelch13 Polymorphisms at or beyond amino acid position 441 yang belum lama ditemukan genotypingP.falciparum tersebut yang berhubungan dengan artemisinin resisten di Pailin (Kamboja).

2. Untuk memantau maka setiap tahun dilakukan uji efikasi pada berbagai daerah. ACT masih sangat efektif utk pengobatan malaria di Indonesia.
Obat malaria yg sudah resistan di Indonesia adalah Klorokuin (dilaporkan oleh seluruh provinsi Indonesia pd thn 2003) sudah tdk digunakan lagi di Indonesia.

3. Enam faktor terkait terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria adalah :
a. vektor nyamuk : mutasi genetik, imunitas, pengendalian vektor (mati, umurnya pendek dibanding siklis parasit)
b. plasmodium : mutasi genetik, resistensi alamiah, cross resistance,
c. obat : kualitas obat, efikasi,
d. provider : kepatuhan standar pengobatan, (dosis obat), monitoring, pengawasan pengobatan.
e. pasien : imunitas, kepatuhan dan tuntas tdp pengobatan
f. sistem manajemen: ketersediaan obat, akses layanan.

4. Terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria dapat dicegah / diatasi dengan melakukan program yg tepat, yaitu :
a. pemberikan kelambu berinsektisida
b. Indoor residual spray
c. obat ACT yang dikontrol baik (tersedia cuma2)
d. penanggulangan nyamuk lainnya (ikan, larvasida, dll)

Prof Tjandra Yoga Aditama
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI

21 Agustus 2014

Musim Haji 2014/1435H, Panas di Arab Saudi 40 Derajat Celcius


Musim haji pada September mendatang diperkirakan akan ditemani dengan cuaca panas yang diperkirakan akan mencapai lebih dari 40 derajat celcius.
"Musim Haji tahun ini diperkirakan cuaca akan cukup panas. Suhu dapat lebih dari 40 derajat celicius dan kelembaban pun rendah, dapat di bawah 30 persen" kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan tertulis Senin (18/8).
Tjandra mengatakan, cuaca tersebut diperkirakan akan mengganggu kenyamanan dan mungkin juga kesehatan para jemaah haji di sana, oleh karena itu ada tujuh anjuran bagi para jamaah haji asal Indonesia dalam mengahdapi cuaca panas di tanah suci, yaitu :
  1. Sejak sekarang, sebelum berangkat, maka persiapkan diri dan selalu lakukan PHBS dengan cara makan bergizi, olah raga dan lainnya. Ini supaya daya tahan tubuh terjaga‎, dapat juga melatih diri sejak sekarang untuk berjalan kaki di siang hari di Indonesia, sebagai bagian dari penyesuaian diri dengan suasana di Arab Saudi nantinya.
  2. Kalau punya penyakit kronik yang sudah lama, maka sejak sekarang, maka periksakan diri dan makan obat yang diperlukan sesuai anjuran petugas kesehatan. Beri prioritas untuk periksa kesehatan secara intensif sekarang.
  3. Ketika di tanah suci nanti, maka harus banyak minum, sedapatnya setiap jam minum setidaknya satu gelas
  4. Perbanyak konsumsi buah-buahan yang banyak dijumpai di Mekkah, Madinah dan lain-lain.
  5. Gunakan payung untuk melindungi diri.
  6. Handuk kecil dan semprotan air juga perlu selalu dibawa, dan sering-sering digunakan.
  7. Perlu banyak berisitirahat, jangan terlalu memaksakan diri. Persiapkan diri maksimal untuk menghadapi puncak ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah dan mabit di Mina. (*)
sumber : teraspos.com

20 Agustus 2014

5 Alasan MERS-CoV Lebih Penting daripada Ebola

Sebentar lagi (awal september) jemaah haji indonesia kloter demi kloter mulai berangkat menunaikan ibadah haji di tanah suci mekkah, untuk kelompok terbang (kloter) jemaah haji dari Kabupaten Sumedang yang terdiri dari 2 kloter akan diberangkatkan melalui Embarkasi Haji Bekasi ke Bandara Halim Perdana Kusumah pada tanggal 13 dan 16 September 2014.
Adanya pemberitaan terus menerus tentang Ebola tentu menimbulkan perhatian bagi jemaah calon haji, tetapi tentunya MERS-CoV juga harus lebih menjadi perhatian kita.
Berikut cuplikan berita tentang "5 Alasan MERS-CoV Lebih Penting daripada Ebola" :

Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE,
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Profesor Tjandra Yoga Aditama mengatakan virus flu Arab atauMiddle East respiratory syndrome coronovirus (MERS-CoV) seharusnya lebih mendapat perhatian dari pemerintah dibanding ebola. “Apalagi WHO kembali mengumumkan kasus baru MERS-CoV di Arab Saudi hari ini,” kata Tjandra lewat surat elektronik, Selasa, 19 Agustus 2014.

Menurut Tjandra, ada lima alasan kenapa MERS-CoV lebih mengkhawatirkan daripada ebola?:

Pertama, MERS-CoV jelas sudah ada di Arab Saudi, tempat warga muslim Indonesia akan menjalani ibadah haji sebentar lagi. Selain itu, korban MERS-CoV juga sudah terdeteksi di Asia, yakni Malaysia dan Filipina, negara tetangga Indonesia. Sedangkan ebola baru ada di empat negara Afrika.

Kedua, angka kematian MERS-CoV tinggi, yakni 30-40 persen. Ebola banyak diributkan punya potensi kematian 90 persen, tapi data terkini menunjukkan angka kematian di bawah 60 persen, tidak jauh berbeda dengan MERS-CoV.

Ketiga, sekitar sebulan lagi rombongan jemaah haji Indonesia akan berangkat ke Tanah Suci. Sekaranglah saat yang tepat bagi mereka untuk memeriksakan diri. Sebab, jika jemaah haji punya penyakit kronis, risiko mereka terpapar MERS-CoV jadi jauh lebih tinggi. Untuk menghadapi ebola, tidak ada bentuk persiapan seperti ini.

Keempat, MERS-CoV menular lewat udara, bisa lewat batuk dan lain-lain, sedangkan ebola baru menular kalau ada kontak langsung dengan cairan tubuh pasien.

Kelima, keluhan awal MERS-CoV bisa relatif ringan, sehingga pasien dapat naik pesawat terbang dan menularkan virus itu ke sesama penumpang atau membawa penyakitnya ke negara lain. Ebola jauh lebih berat gejala dan keluhannya, sehingga kemungkinan pasien ebola naik pesawat relatif amat kecil.

Situasi global MERS-CoV sampai pertengahan Agustus: jumlah kasus pada minggu ke-34 Tahun 2014 mencapai 838 dengan 293 kematian. Wilayah atau negara terjangkit yakni Yordania, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Prancis, Jerman, Italia, Inggris, Amerika Serikat, Tunisia, Filipina, Malaysia, Libanon, Belanda, dan Iran.

Semoga jemaah haji asal sumedang dapat melakukan pencegahan terhadap Mers CoV maupun Ebola.
Sumber : tempo.co

09 Agustus 2014

JADWAL PELAKSANAAN VAKSINASI MENINGITIS BAGI JEMAAH HAJI KAB. SUMEDANG 1435H/2014

Pendahuluan

Setiap tahunnya jutaan orang dari penjuru dunia melakukan perjalanan ibadah haji & umroh ke Arab Saudi. Seperti diketahui Arab Saudi adalah salah satu negara endemis Meningitis Meningokokus, sehiggga kelompok paling rawan berisiko tertular penyakit ini adalah jamaah haji dan umroh serta Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Meski pelaku perjalanan tersebut tidak menderita sakit sepulang dari negara tersebut, namun ia bisa menjadi carrier (pembawa) kuman meningokokus dan menularkannya kepada keluarga di Tanah Air.

Pemberian vaksin Meningitis meningokokus merupakan persyaratan mutlak/wajib bagi semua calon jemaah haji dan umrah, serta seluruh pelaku perjalanan yang akan memasuki kawasan Kerajaan Arab Saudi. Pemberian vaksin dilakukan maksimal dua minggu seberilum keberangkatan, karena efektifitas vaksin mulai terbentuk 10-14 hari setelah pemberian.

Pengawasan International  Certificate Vaccination (ICV) dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) seluruh Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Dasar Hukum

Dasar hukum pelaksanaan pengawasan International Certificate of Vaccination (ICV) Meningitis Meningokokus oleh KKP, antara lain: UU No. 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara; Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2348/MenKes/Per/XI/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 356/MenKes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja KKP; Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 294/MenKes/Per/IX/78 tentang Pemberian Surat Keterangan Vaksinasi International atau International Certificate of Vaccination; IHR 2005 lampiran 6 tentang Kewajiban memiliki Sertifikat Vaksinasi, Profilaksis dan Sertifikat lainnya bagi pelaku perjalanan untuk Negara yang dipersyaratkan; serta Nota Diplomatik.

Pelaksanaan Vaksinasi Meningitis Meningokokus

Dalam pelaksanaan pemberian vaksinasi jemaah haji reguler di seluruh Indonesia, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menyerahkan kepada Puskesmas/RS melalui Dinkes kab/kota masing-masing di bawah koordinasi Dinkes Provinsi, tetapi yang tetap berhak melegalisasi  International Certificate of Vaccination (ICV) adalah KKP bukan Dinkes.
Setelah jemaah haji divaksin Meningitis meningokokus, akan menandatangani kartu International Certificate of Vaccination (ICV) yang terlampir dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) sebagai syarat memperoleh izin visa dari Pemerintah Arab Saudi.
Di Kabupaten Sumedang terdapat 673 Jemaah Calon Haji dari seluruh 26 Kecamatan & 32 Puskesmas yang ada. Tempat pelaksanaan vaksinasi dipusatkan di 7 Puskesmas dengan jadwal sebagai berikut :

JADWAL PELAKSANAAN VAKSINASI MENINGITIS 
BAGI JEMAAH HAJI ASAL KABUPATEN SUMEDANG 
TAHUN 1435 H/ 2014
NO.
HARI
TANGGAL / PUKUL
NAMA SENTRA PUSKESMAS
CJH ASAL WILAYAH PUSKESMAS
JML CJH
1
Senin
11 Agustus 2014
TANJUNGSARI
1
TANJUNGSARI
41


08.00 - 12.00 WIB

2
JATINANGOR
49




3
SUKASARI
12
JUMLAH (1)
102
2
Selasa
12 Agustus 2014
HAURNGOMBONG
1
HAURNGOMBONG
13


08.00 - 12.00 WIB

2
PAMULIHAN
3




3
CIMANGGUNG
24




4
RANCAKALONG
13




5
MARGAJAYA
24
JUMLAH (2)
77
3
Rabu
13 Agustus 2014
CONGGEANG
1
CONGGEANG
36


08.00 - 12.00 WIB

2
BUAHDUA
9




3
PASEH
26




4
UJUNGJAYA
31




5
TOMO
1




6
HARIANG
2
JUMLAH (3)
105
4
Kamis
14 Agustus 2014
CIMALAKA
1
CIMALAKA
44


08.00 - 12.00 WIB

2
SUKAMANTRI
8




3
TANJUNGKERTA
17




4
CISARUA
10




5
SURIAN
1




6
TANJUNGMEDAR
3
JUMLAH (4)
83
5
Jum'at
15 Agustus 2014
DARMARAJA
1
DARMARAJA
7


08.00 - 11.30 WIB

2
SITURAJA
20




3
CISITU
12




4
WADO
17




5
JATINUNGGAL
23




6
JATIGEDE
9




7
CIBUGEL
1
JUMLAH (5)
89
6
Senin
18 Agustus 2014
SUMEDANG SELATAN
1
SUMEDANG SELATAN
89


08.00 - 12.00 WIB

2
SUKAGALIH
21
JUMLAH (6)
110
7
Selasa
19 Agustus 2014
KOTAKALER
1
KOTAKALER
43




2
SITU
55




3
GANEAS
9
JUMLAH (7)
107
8
Rabu
20 Agustus 2014
KOTAKALER

CJH SUSULAN








TOTAL
673


Peta dan Jadwal Pelakanaan Vaksinasi Meningitis bagi Jemaah Haji Kab. Sumedang Th. 1435H/2014
Alur Pelaksanaan Vaksinasi Meningitis sebagai berikut :
Alur Pelaksanaan Vaksinasi Meningitis

Semoga pelayanan kesehatan jemaah haji yang telah dan akan diberikan dapat sebagai perantara para jemaah calon haji untuk menjadi mabrur...amin!.