www.litbang.depkes.go.id published by admin on Fri, 08/22/2014 - 10:17
Sehubungan publikasi ilmiah "Spread of Artemisinin Resistance in Plasmodium falciparum Malaria" yang di muat New England Journal of Medicine akhir bulan yang lalu, saya sampaikan sebagai berikut :
1. Di Indonesia belum ditemukan masalah resistensi terhadap obat anti malaria artemucin.
Data yang tersedia merupakan data in-vivo dengan indikator efikasi yaitu adequate clinical and parasitological response (ACPR) pada hari-42.
Data dari hasil penelitian in vivo Balitbangkes Kemenkes RI (Sulut,Kalimantan dan Papua), belum ditemukan penurunan efikasi dihydroartemisinin-piperaquine, dan hanya ditemukan beberapa kasus dengan prolonged parasite clearance yaitu masih terdeteksi pada hari ke 3 (setelah dosis pengobatan lengkap diberikan) tetapi semua kasus prolongedparasite clearance tersebut dengan asexsual parasitemia sangat rendah dan sembuh atau acpr pada hari-42. Indikator yang digunakan untuk artemisinin resisten di artikel New England Journal adalah parasite clearance half-life (loge2 divided by the parasite clearance rate) dengan menggunakan cut off >5 hours dengan atau tanpaKelch13 Polymorphisms at or beyond amino acid position 441 yang belum lama ditemukan genotypingP.falciparum tersebut yang berhubungan dengan artemisinin resisten di Pailin (Kamboja).
2. Untuk memantau maka setiap tahun dilakukan uji efikasi pada berbagai daerah. ACT masih sangat efektif utk pengobatan malaria di Indonesia.
Obat malaria yg sudah resistan di Indonesia adalah Klorokuin (dilaporkan oleh seluruh provinsi Indonesia pd thn 2003) sudah tdk digunakan lagi di Indonesia.
3. Enam faktor terkait terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria adalah :
a. vektor nyamuk : mutasi genetik, imunitas, pengendalian vektor (mati, umurnya pendek dibanding siklis parasit)
b. plasmodium : mutasi genetik, resistensi alamiah, cross resistance,
c. obat : kualitas obat, efikasi,
d. provider : kepatuhan standar pengobatan, (dosis obat), monitoring, pengawasan pengobatan.
e. pasien : imunitas, kepatuhan dan tuntas tdp pengobatan
f. sistem manajemen: ketersediaan obat, akses layanan.
4. Terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria dapat dicegah / diatasi dengan melakukan program yg tepat, yaitu :
a. pemberikan kelambu berinsektisida
b. Indoor residual spray
c. obat ACT yang dikontrol baik (tersedia cuma2)
d. penanggulangan nyamuk lainnya (ikan, larvasida, dll)
Prof Tjandra Yoga Aditama
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar